Kades Supenuh Akui Ada Komitmen Politik di Balik Proyek TPT Rp200 Juta

LAMONGAN – Proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di Dusun Mambung, Desa Supenuh, Kecamatan Sugio, Lamongan, menjadi sorotan publik.

‎Alih-alih memperkokoh infrastruktur, proyek senilai Rp200 juta dari APBD Jatim 2025 justru memantik dugaan praktik potongan anggaran hingga komitmen politik transaksional.

‎Hasil pantauan lapangan menunjukkan kualitas pekerjaan jauh dari standar. TPT sepanjang 252,5 meter dengan tinggi 1,2 meter terlihat dikerjakan asal-asalan.

‎Batu hanya disusun tanpa ikatan kuat, dengan campuran adukan semen dan pasir diduga memakai komposisi 1:5.

‎Padahal, standar teknis mengharuskan komposisi minimal 1:3 agar daya rekat lebih kokoh.

‎“Kalau pakai 1:5, usianya paling hanya 1–3 tahun. Batu cuma menempel seadanya, gampang retak,” ungkap seorang warga, Kamis (18/9/2025).

‎Kelemahan semakin nyata lantaran bangunan dikerjakan tanpa stros maupun tulangan besi.

‎Elemen penting itu biasanya berfungsi memperkuat struktur agar tidak rawan longsor saat musim hujan.

‎Potongan Anggaran Jadi “Lagu Wajib”

‎Dugaan penyimpangan tak berhenti pada teknis pembangunan. Informasi yang berkembang menyebut proyek desa semacam ini kerap terkena “potongan wajib” hingga 30 persen sebelum dikerjakan.

‎“Potongan 20–30 persen itu sudah jadi lagu Indonesia Raya setiap proyek dari anggota dewan,” sindir seorang sumber.

‎Jika tidak dipotong, proyek justru dibungkus dengan syarat politik: kepala desa penerima proyek diminta mencari dukungan suara bagi sang legislator pada pemilu.

‎“Kalau Kades diminta mencarikan suara, pertanyaan berikutnya: pakai uang siapa? Jangan-jangan dari proyek itu sendiri,” tambahnya.

‎Keterlibatan Nama Politisi

‎Proyek TPT ini disebut-sebut terkait dengan anggota DPRD Jatim, M.I. Andy Firasadi.

‎Informasi lain bahkan menyebut tim suksesnya pernah membagi uang Rp50–100 ribu per orang saat Pileg lalu, yang kian memperkuat aroma politik uang.

‎Sementara itu, Tim Pelaksana (TimLak) proyek, Husen, tidak membantah absennya stros pada bangunan.

‎Menurutnya, itu bukan kesalahan teknis, melainkan karena memang tidak tercantum dalam Rencana Anggaran Belanja (RAB).

‎“Soal adukan semen-pasir, silakan tanya langsung ke Pak Kades. Saya hanya pelaksana,” ujarnya.

‎Kades Supenuh Akui Ada “Komitmen Politik”

‎Kepala Desa Supenuh, Achmad, akhirnya buka suara. Ia membenarkan proyek TPT itu bersumber dari Bantuan Keuangan Khusus Pemerintah Desa (BKKPD) melalui jalur M.I. Andy Firasadi.

‎Namun, ia membantah adanya potongan anggaran. Menurut Achmad, yang ada hanyalah kesepakatan politik.

‎“Kita hanya diminta komitmen mencarikan suara. Karena komitmen itu, Pak Andy memberikan proyek TPT ini,” akunya.

‎Achmad juga beralasan pengerjaan belum rampung karena sebagian pekerja masih musim panen dan saluran air di lokasi kerap meluap. “Bukan karena anggaran dipakai yang lain,” tegasnya.

‎Publik Minta Audit

‎Sejumlah pihak menilai proyek ini layak diaudit. Bukan hanya terkait mutu konstruksi yang diragukan, tapi juga dugaan potongan anggaran serta praktik politik transaksional yang menyertai.

‎Jika benar anggaran publik dipakai sebagai “alat barter suara”, maka proyek desa yang seharusnya bermanfaat bagi rakyat justru berpotensi menjadi ladang korupsi terselubung. (Joni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *