‎Video Kontroversial Mubin, Serangan terhadap Media dan Ancaman terhadap Demokrasi

LAMONGAN – Sebuah video berdurasi lebih dari empat menit baru-baru ini mengundang perhatian publik dan memicu diskusi panas. Tokoh utama dalam video tersebut adalah seorang pria bernama Mubin, yang tampil percaya diri namun tidak menjelaskan secara jelas kapasitas atau posisinya dalam struktur pemerintahan desa.

‎Dalam pernyataannya, Mubin menyampaikan tudingan serius yang menyudutkan peran media dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Ia mengklaim bahwa laporan dari kedua pihak tersebut menjadi penghambat utama pembangunan di desa.

‎Pernyataan semacam ini jelas menyesatkan, karena mengaburkan fakta penting bahwa setiap pengelolaan dana publik harus terbuka untuk diawasi masyarakat.

‎Tak hanya itu, Mubin juga melontarkan tuduhan yang lebih serius, dengan menyebut adanya praktik menyimpang yang melibatkan aparat penegak hukum.

‎Bahkan, ia mengajak masyarakat untuk mendatangi Polres Lamongan pada 25 April, ajakan yang lebih bernuansa provokasi daripada niat membangun dialog yang sehat.

‎Pernyataan-pernyataan dalam video tersebut mencerminkan kurangnya pemahaman terhadap prinsip dasar demokrasi. Media, sebagai salah satu pilar demokrasi, memegang peran penting dalam menjalankan fungsi kontrol sosial.

‎Apalagi ketika menyangkut pengelolaan dana desa, yang berasal dari rakyat, pengawasan adalah sesuatu yang mutlak dan tidak boleh dihambat.

‎Jika ada pihak yang merasa dirugikan atau difitnah, jalur hukum tersedia sebagai mekanisme penyelesaian yang sah. Namun, mencoba membungkam media atau meragukan legitimasi laporan investigatif hanya akan menimbulkan kecurigaan publik.

‎Transparansi bukan intimidasi, adalah jalan terbaik untuk membangun kepercayaan dan akuntabilitas.

‎Serangan terhadap media bukan hanya bentuk ketidakpahaman terhadap nilai keterbukaan, tetapi juga mencerminkan keinginan untuk menutup akses kritik yang seharusnya dijamin dalam sistem demokrasi.

‎Kritik yang membangun justru menjadi elemen penting dalam proses perbaikan dan pertumbuhan, bukan hambatan bagi pembangunan.

‎Kepada mereka yang merasa terganggu oleh pengawasan publik, ada satu pertanyaan mendasar yang patut direnungkan: kalau bersih, kenapa harus risih?. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *