‎May Day di Lamongan: Meriah di Permukaan, Minim Substansi bagi Buruh

LAMONGAN – Peringatan Hari Buruh Internasional di Kabupaten Lamongan pada Kamis, 1 Mei 2025, di Kawasan Gadjah Mada, diwarnai serangkaian acara yang tampak semarak namun menuai kritik pedas karena dinilai kurang menyentuh akar permasalahan buruh.

‎Kegiatan yang meliputi senam bersama, pemeriksaan kesehatan, penanaman pohon, dan penyerahan simbolis manfaat BPJS Ketenagakerjaan dianggap sekadar seremoni tanpa solusi konkret bagi kaum pekerja.

‎Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi atau akrab disapa Pak Yes, dalam sambutannya menyampaikan tekad pemerintah daerah untuk menciptakan lapangan kerja yang layak dan hubungan industrial yang harmonis.

‎Namun, pernyataan ini dianggap hampa oleh sebagian pihak, lantaran tidak diikuti tindakan nyata yang secara langsung memperbaiki kondisi kehidupan buruh.

‎Keberhasilan Pemkab Lamongan mengklaim penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 5,46% menjadi 4,34% dalam setahun juga diragukan.

‎Statistik tersebut dinilai tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan, di mana masih banyak warga usia produktif yang kesulitan mendapatkan pekerjaan tetap dengan upah yang layak.

‎Kualitas pekerjaan yang tersedia pun dianggap belum mampu memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat.

‎Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang diterima dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga tak luput dari sorotan. Penghargaan tersebut dinilai lebih bersifat administratif dan tidak mencerminkan kondisi K3 yang sebenarnya di lapangan.

‎Banyak pekerja di sektor informal dan industri kecil mengeluhkan minimnya pengawasan serta perlindungan K3 dari pemerintah daerah.

‎Janji Pemkab Lamongan untuk mendukung dialog sosial antara buruh dan pengusaha pun dipertanyakan efektivitasnya.

‎Faktanya, banyak persoalan ketenagakerjaan yang masih berlarut-larut tanpa penyelesaian yang jelas. Forum tripartit, pelatihan vokasi, dan program peningkatan kompetensi yang digaungkan Pak Yes dinilai belum menjangkau kelompok buruh di tingkat bawah, melainkan hanya sebatas formalitas.

‎Alih-alih menjadi momentum refleksi dan wadah aspirasi pekerja, peringatan May Day di Lamongan justru lebih menyerupai panggung pencitraan bagi birokrasi.

‎Sementara itu, keluhan buruh terkait upah rendah, ketidakjelasan status kerja, dan lemahnya perlindungan hukum kembali terabaikan. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *