TUBAN – Gelombang polemik mencuat terkait bantuan ternak sapi dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun 2017 yang disalurkan ke tiga desa di Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban.
Program yang digadang-gadang sebagai pengungkit ekonomi desa itu kini justru menyisakan tanda tanya besar, bahkan memicu kecurigaan publik.
Salah satu desa penerima, Desa Ngadipuro, tercatat memperoleh 60 ekor sapi dari total 180 ekor bantuan. Namun, fakta di lapangan berbicara lain.
Saat awak media melakukan penelusuran langsung pada Sabtu (13/12/2025), tidak satu pun sapi bantuan ditemukan. Seluruh aset ternak tersebut dinyatakan raib.
Bantuan sapi diketahui diterima oleh B.S, Sekretaris Desa Ngadipuro yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua BUMDesma.
Kepada awak media, yang bersangkutan secara terbuka mengakui bahwa sapi bantuan tersebut telah dijual.
Ia berdalih tidak adanya pihak pengelola yang bertanggung jawab atas ternak bantuan tersebut.
“Tidak ada yang mengurus. Saya bingung harus diapakan. Daripada terbengkalai, akhirnya saya jual. Ada juga yang mati,” ungkapnya.
Namun, pernyataan itu justru menimbulkan persoalan baru. Ketika diminta menunjukkan dokumen resmi kematian ternak, ia mengaku tidak memilikinya.
“Tidak ada berita acaranya. Uang hasil penjualan sapi sekitar Rp351 juta, dan saya juga bingung harus mengembalikannya ke mana,” katanya.
Padahal, berdasarkan Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015, seluruh bantuan pemerintah yang dikelola melalui BUMDes atau BUMDesma wajib dicatat sebagai aset desa dan dilarang diperjualbelikan tanpa musyawarah desa serta persetujuan resmi pemerintah desa.
Regulasi lain, yakni Permendesa PDTT Nomor 21 Tahun 2015, menegaskan bahwa setiap aset bantuan negara harus terdokumentasi, dilaporkan, dan siap diaudit.
Kehilangan atau kematian ternak wajib disertai berita acara dan keterangan resmi, bukan sekadar pengakuan lisan.
Sementara itu, Permendesa PDTT Nomor 19 Tahun 2017 secara tegas menyebut bantuan ternak merupakan instrumen pemberdayaan ekonomi desa, bukan komoditas yang boleh diperjualbelikan apalagi untuk kepentingan pribadi.
Dengan rangkaian fakta tersebut, penjualan sapi bantuan tanpa musyawarah, tanpa laporan administrasi, serta tanpa dokumen pendukung dinilai bertentangan dengan regulasi Kemendes dan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.
B.S juga mengklaim bahwa persoalan ini telah ditangani oleh Inspektorat Kabupaten Tuban hingga Inspektorat Provinsi Jawa Timur.
“Pembahasannya sudah selesai, tinggal menunggu tindak lanjut dari Bupati Tuban,” ujarnya.
Namun hingga berita ini diterbitkan, Pemerintah Kabupaten Tuban maupun Inspektorat belum memberikan pernyataan resmi kepada publik.
Di sisi lain, warga Desa Ngadipuro berinisial G dan T Cs menyatakan tengah menunggu langkah tegas aparat pengawas dan penegak hukum.
Mereka menilai kasus ini bukan sekadar persoalan aset desa, melainkan menyangkut integritas tata kelola pemerintahan desa.
Jika tidak ditangani secara transparan, polemik ini dikhawatirkan menjadi preseden buruk, mencederai kepercayaan masyarakat, serta berpotensi menyeret pihak-pihak terkait pada dugaan penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi, apabila terbukti merugikan keuangan negara. (*)












Bojonegorotimes.id adalah media online berbasis di Bojonegoro, serta fokus pada pemberitaan di wilayah Bojonegoro dan sekitarnya. Sejak awal,