‎Jalan Poros Sukodadi–Pucuk–Babat Jadi ‘Jalur Maut’, Pemerintah Diduga Tutup Mata

LAMONGAN – Jika ada penghargaan untuk jalan paling terabaikan di Jawa Timur, ruas Sukodadi–Pucuk–Babat layak menyandang predikat itu tanpa saingan.

Hingga Minggu (19/10/2025), kondisi jalan poros utama antar-kecamatan tersebut nyaris tak layak dilalui.

‎Lubang menganga di berbagai titik, tanpa penerangan sama sekali, membuat jalur vital ini berubah menjadi “jalan maut” setiap malam.

‎Warga bahkan menjulukinya “jalan hantu” bukan sekadar istilah kiasan, tetapi cerminan nyata dari bahaya yang mengintai di sepanjang lintasan itu.

‎“Kalau malam, benar-benar gelap seperti hutan. Banyak pengendara jatuh karena tak lihat lubang. Saya sendiri hampir celaka,” ujar Andri, salah satu pengguna jalan, dengan nada kesal.

‎Sayangnya, keluhan masyarakat selama bertahun-tahun seperti berbicara pada tembok.

‎Baik Pemerintah Kabupaten Lamongan maupun Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jawa Timur disebut tidak pernah turun tangan serius.

‎Warga menilai, Dishub seakan “tutup mata” terhadap penderitaan rakyat. Tidak ada perbaikan, tidak ada penerangan, dan tidak ada tindakan nyata selain janji kosong.

‎Beberapa warga bahkan menyindir, pegawai Dishub hanya sibuk duduk di kantor berpendingin udara, sementara rakyat berjuang melewati jalur maut setiap malam.

‎Data warga menunjukkan, dalam beberapa bulan terakhir telah terjadi belasan kecelakaan, mulai dari luka ringan hingga korban berat.

‎Penyebab utamanya: jalan rusak parah dan penerangan jalan nihil. Namun hingga kini, tidak satu pun langkah konkret dilakukan oleh pemerintah.

‎Kemarahan publik pun mulai meluas. Di media sosial, muncul desakan agar pejabat Dishub yang dianggap tidak becus segera dicopot dari jabatannya.

‎Warga menilai, pemerintah daerah sudah gagal memberikan rasa aman kepada masyarakat.

‎“Gaji mereka dibayar dari pajak rakyat. Kalau rakyat justru terancam nyawanya karena kelalaian pemerintah, berarti ada yang salah besar,” ujar salah satu aktivis muda Lamongan yang ikut menyuarakan protes daring.

‎Situasi ini dinilai tidak bisa dibiarkan lebih lama. Banyak pihak mendesak Presiden RI dan Menteri Perhubungan untuk turun langsung mengaudit kinerja pemerintah daerah dan provinsi.

‎Sebab, keselamatan rakyat jauh lebih penting daripada kenyamanan pejabat lokal yang abai terhadap tanggung jawab.

‎Kini publik menunggu, apakah pemerintah akan terus membiarkan jalan Sukodadi–Pucuk–Babat menjadi “jalur pembantaian sunyi” di malam hari, atau akhirnya membuka mata untuk memperbaikinya sebelum jatuh korban berikutnya. (ded)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *