BOJONEGOROtimes.Id – Pemerintah Kabupaten Bojonegoro gencar melakukan kampanye digital untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan fokus kali ini pada bahaya kebisingan.
Mengangkat tema ‘Generasi Muda Sadar Bising: Distraksi Kebisingan di Sekitarmu, Dorong Produktivitasmu’, sebuah talkshow diselenggarakan melalui program siar SAPA! Malowopati FM.
Inisiatif ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Kesadaran Kebisingan Internasional (International Noise Awareness Day) yang jatuh pada tanggal 30 April 2025.
Melalui kolaborasi antara Dinas Kesehatan dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Pemkab Bojonegoro berupaya mengingatkan masyarakat akan pentingnya pengelolaan kebisingan.
Pasalnya, kebisingan terbukti memiliki dampak langsung terhadap kesehatan fisik, mental, serta kualitas hidup.
dr. Netiana, Sp.THT-KL, seorang dokter spesialis THT dari RSUD Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro, yang menjadi salah satu narasumber dalam talkshow tersebut, mengungkapkan bahwa banyak kasus gangguan pendengaran hingga tuli ditemukan pada generasi muda saat ini.
Salah satu penyebab utamanya adalah kebiasaan mendengarkan musik melalui earphone dengan volume tinggi dalam waktu yang lama.
“Paparan suara di atas 85 desibel secara terus-menerus dapat merusak sel-sel rambut halus di dalam koklea, yang berperan penting dalam proses pendengaran,” jelasnya dalam talkshow yang dipandu oleh penyiar Lia Yunita pada Jumat (25/4/2025).
Lebih lanjut, dr. Netiana memperkenalkan aturan 60/60 dalam penggunaan earphone sebagai langkah preventif untuk melindungi telinga dari risiko gangguan pendengaran.
“Aturan ini menyarankan agar seseorang mendengarkan audio dengan volume tidak lebih dari 60% dari volume maksimal dan tidak lebih dari 60 menit dalam satu sesi,” terangnya.
Selain itu, dr. Netiana juga mengedukasi pendengar mengenai tiga jenis utama gangguan pendengaran atau tuli:
1. Tuli Konduktif (Conductive Hearing Loss): Terjadi akibat adanya gangguan pada saluran telinga luar atau tengah, yang menghambat masuknya suara ke telinga bagian dalam.
2. Tuli Sensorineural (Sensorineural Hearing Loss): Disebabkan oleh kerusakan pada saraf pendengaran atau koklea yang terletak di telinga bagian dalam.
3. Tuli Campuran (Mixed Hearing Loss): Merupakan kombinasi antara tuli konduktif dan sensorineural, yang berarti terdapat gangguan pada telinga tengah dan bagian dalam secara bersamaan.
“Gangguan pendengaran bersifat irreversible, artinya jika sudah terjadi kerusakan, kondisi pendengaran tidak dapat kembali seperti semula. Inilah yang menjadikan gangguan pendengaran sebagai masalah serius,” tegas dr. Netiana.
Oleh karena itu, pencegahan menjadi langkah krusial dalam menjaga kualitas pendengaran.
Senada dengan hal tersebut, narasumber lainnya, Ita Mustofa Rini, yang menjabat sebagai Sub Koordinator Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro, mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang tersedia di seluruh puskesmas di wilayah Bojonegoro guna mengatasi potensi masalah pendengaran.
Program ini menyediakan berbagai layanan pemeriksaan kesehatan dasar, termasuk pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan (THT).
Tujuan utama dari program ini adalah untuk mendeteksi dini faktor risiko penyakit serta mencegah perkembangan kondisi pra-penyakit.
“Untuk generasi muda, sebelum mengikuti tren penggunaan headset atau earphone, sebaiknya amati dan pelajari terlebih dahulu. Perhatikan cara penggunaan, patuhi aturan, dan jaga kebersihan perangkat, sehingga kita dapat mencegah terjadinya kecacatan yang akan merugikan diri sendiri,” pesan Ita Mustofa Rini. (Az)