‎Festival Seribu Serabi Warnai Sedekah Bumi di Kepatihan Bojonegoro

BOJONEGOROtimes.Id – Aroma harum kayu bakar berpadu dengan asap mengepul dari puluhan tungku tanah di sudut perempatan Bombok pada Sabtu malam, 28 Juni 2025.

‎Ribuan warga tampak memadati lahan kosong bekas showroom mobil itu untuk menikmati kemeriahan Festival Seribu Serabi yang digelar Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Kota Bojonegoro.

‎Festival ini bukan sekadar perayaan kuliner, melainkan juga menjadi bagian dari tradisi sedekah bumi bertajuk Umbul Dungo Tedheng Aling-aling, sebuah ungkapan doa dan harapan perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

‎Sebanyak seribu serabi khas Bojonegoro disajikan gratis kepada para pengunjung. Pengambilan serabi dilakukan dengan menukarkan kupon yang telah disediakan panitia sejak sore hari.

‎Kue serabi disajikan lengkap dengan taburan parutan kelapa, sambal kedelai tumbuk, dan santan yang menambah cita rasa khasnya.

‎”Kami ingin menghidupkan kembali kuliner tradisional khas Bojonegoro agar terus dilestarikan dan dikenal generasi muda,” tutur Lurah Kepatihan, Paramitha Putri Nagari.

‎Ia juga menyebut festival ini melibatkan sembilan stand utama penyedia serabi serta puluhan pelaku UMKM kuliner lain, guna memeriahkan suasana dan mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan.

‎Menurut Paramitha, upaya pelestarian budaya harus selaras dengan pemberdayaan ekonomi lokal.

‎”Selain menjaga tradisi, kami juga ingin UMKM di Bojonegoro naik kelas, agar bisa berkontribusi mengurangi angka kemiskinan,” jelasnya.

‎Wakil Bupati Bojonegoro, Nurul Azizah, turut hadir dan memberikan apresiasi atas terselenggaranya festival ini.

‎Ia menilai Festival Seribu Serabi bisa menjadi agenda tahunan yang nantinya akan diusulkan masuk dalam kalender pariwisata Kabupaten Bojonegoro.

‎”Kami bangga atas inisiatif warga Kepatihan yang mengemas tradisi sedekah bumi menjadi kegiatan yang edukatif dan berdampak ekonomi, sekaligus mempererat kebersamaan,” ujarnya.

‎Dalam kesempatan itu, Nurul Azizah tak hanya mencicipi serabi, tetapi juga turut mencoba proses pembuatannya langsung di tungku tradisional, yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.

‎Ia berharap kegiatan semacam ini bisa terus dilaksanakan dan menjadi identitas positif bagi Kelurahan Kepatihan sebagai wilayah yang memegang teguh budaya, sekaligus mendorong potensi ekonomi masyarakat. (Az)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed