BOJONEGOROTIMES.ID – Pemilu atau Pemilukada adalah bagian dari proses berdemokrasi dan merupakan implementasi dari pelaksanaan atau perwujudan nilai-nilai Pancasila, terutama pada sila keempat, karena pada hari yang sama seluruh warga negara yang terdaftar sebagai pemilih dapat memberikan suaranya di TPS.
Namun demikian, ternyata masih ada pihak yang ternyata tidak menyetujui terhadap prinsip dan penerapan sistem demokrasi di Indonesia, bahkan demokrasi dianggap sistem kufur. Penyebaran paham tersebut masih mudah ditemukan di beberapa aplikasi media sosial.
Boy Ardiansyah pegiat literasi juga aktivis pendidikan Jawa Timur menyatakan, bahwa adanya penyabaran paham atau ajaran yang menyebut demokrasi merupakan sistem kufur adalah sangat berbahaya, sebab hal tersebut dapat memicu sikap memusuhi negara juga menjurus pada perilaku terorisme. Orang yang mempunyai pemahaman anti demokrasi dan menyebut sebagai sistem kufur bisa jadi tidak banyak, namun menurut Boy meski hanya sedikit tapi bisa berdampak luas, misal pada kasus Bom Bali.
“Pasalnya masuknya benih-benih faham teroris salah satunya adalah pengkufuran sistem demokrasi, nanti berkembang untuk memusuhi negara. Boleh di cek, semua teororis pasti punya faham anti demokrasi”
“Paham seperti ini sangat berbahaya. Kita ingat berapa orang untuk menghancurkan Bali, Amrozi Cs, tidak banyak. Maka faham seperti ini harus terus dibantah,” kata Boy, jumat (26/07/2024).
Untuk menanggapi hal-hal tersebut menurut Boy perlu keaktifan dari pengiat media sosial yang moderat untuk memperbanyak konten Islam moderat, selain itu ia menyarankan pentingnya belajar tentang Islam dengan sabar.
“Sarannya adalah agar belajar Islam dengan sabar, sabar menelaah kitab atau buku. Selalu memilih pendapat yang mayoritas. Berkiblat pada ulama yang berafiliasi dengan ormas Islam yang sah di Indonesia,” ujarnya.
Boy lantas mengurai, mengapa paham yang menyebutkan demokrasi sistem kufur perlu dibantah. Menurutnya dalam sejarah politik Islam, nyatanya Islam tidak memberi konsep baku tentang sistem negara. Cara pemilihan pemimpin pun berbeda-beda.
“Coba lihat terpilihnya Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keempat khalfaur rasyidin ini nyatanya dipilih sebagai khalifah dengan motede pemilihan yang berbeda-beda,” urainya.
Karena tidak adanya sistem baku negara dalam ajaran Islam maka negara-negara Islam memilih masing-masing sistem untuk negaranya yang pas.
“Lihat saja negara-negara Islam yang tergabung di OKI, sistemnya berbeda-beda. Mana yang benar? Maka jawabanya benar semua. Karena esensisnya yang diajarkan Islam adalah nilai. Negara yang adil bagi segenap rakyatnya, sistemnya boleh berijtihad sendiri-sendiri,” terangnya.
Para pendiri bangsa kita menurut Boy bukan orang bodoh yang tidak faham akan agama. Tokoh besar seperti KH Wahid Hasyim, Agus Salim dan lain sebagainya sangat faham akan politik Islam. Para pendiri bangsa sudah sepakat bahwa negara Indonesia memakai sistem domokrasi.
Menurut KH Said Aqil Siradj, domokrasi yang dikonsep para pendiri bangsa adalah demokrasi yang digali dari kultur ketimuran, tidak membebek dari Amarika. Artinya demokrasi yang sarat akan budaya ketimuran yang kental akan nilai-nilai agama. (Red)