BOJONEGOROtimes.Id – Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro terus mengembangkan toleransi dan keberagaman di masyarakat sebagai langkah pencegahan terhadap bahaya narkoba. Upaya ini dilakukan melalui sarasehan tentang toleransi dan keberagaman yang diadakan di gedung Bakorwil Bojonegoro pada Sabtu (15/02/2024).
Kepala BNN Kabupaten Tuban, AKBP Bagus Hari Purnomo, menyampaikan bahwa Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (Ditjen HAM) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) mengungkapkan bahwa saat ini kapasitas tahanan di rumah tahanan negara (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) didominasi oleh kasus narkotika. Di Bojonegoro, data tindak pidana di lapas kelas II A Bojonegoro untuk tahun 2023-2024 tercatat sebanyak 162 kasus.
“Kasus narkotika menduduki peringkat pertama di Kabupaten Bojonegoro dibandingkan dengan tindak pidana lainnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, AKBP Bagus menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong seseorang terjerumus ke dalam narkoba. Salah satunya adalah faktor pribadi, seperti rendahnya pengetahuan dan respons yang kurang ketika ditawari narkoba. Hal ini menjadi peluang bagi para bandar untuk membujuk seseorang menjadi pengguna narkoba.
Faktor kedua adalah faktor keluarga, yaitu interaksi yang kurang harmonis antar anggota keluarga. “Sedangkan faktor ketiga adalah faktor lingkungan, yaitu penyesuaian dengan kebiasaan kelompok teman, seperti kelompok yang menganggap penggunaan narkoba sebagai hal yang biasa,” jelasnya.
AKBP Bagus juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam melindungi lingkungan dari narkoba dengan menyebarluaskan informasi mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba. Selain itu, masyarakat juga diharapkan melakukan deteksi dini di lingkungan perusahaan atau kantor, serta mengoptimalkan sistem keamanan lingkungan, terutama dalam hal pengawasan terhadap peredaran narkoba. “Juga memanfaatkan waktu luang untuk kegiatan positif,” tuturnya.
Sementara itu, Akmal Budianto, salah satu narasumber dalam sarasehan tersebut, menyatakan bahwa masalah narkoba di Indonesia telah mencapai tahap darurat. Ia menekankan pentingnya Permendagri No. 12 Tahun 2019 yang perlu menjadi perhatian, yaitu membuka ruang bagi semua pemangku kepentingan di daerah untuk berkontribusi. Selain itu, seluruh potensi harus dimanfaatkan dalam rangka P4GN (Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika) dan PN (Prekursor Narkotika).
Pemerintah terus berupaya menyinergikan semua langkah yang dilakukan, mulai dari tingkat daerah hingga pemerintah pusat. “Pemerintah daerah diharuskan untuk mendukung tim terpadu serta menyusun rencana aksi daerah P4GN dan PN,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Akmal Budianto, yang juga menjabat sebagai Sekretaris KONI Jatim, menjelaskan peran pemerintah daerah dalam memfasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkoba melalui keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, dan instansi pemerintah. Selain itu, juga mencakup badan usaha, organisasi masyarakat, asrama, rumah kos, hotel/penginapan, tempat hiburan, dan/atau tempat usaha lainnya, lembaga keagamaan, serta media.
Langkah-langkah yang dapat diambil meliputi pemetaan dan pendataan, perencanaan fasilitasi pencegahan, pelaksanaan fasilitasi pencegahan, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan. Selain itu, pemerintah juga dapat memfasilitasi pembentukan Tim Terpadu P4GN dan PN di tingkat Kabupaten/Kota melalui rapat koordinasi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. (Az)