LAMONGAN – Dunia jurnalistik di Lamongan kembali tercoreng. Seorang wartawan media online memorandumdisway, Syaiful Anam, menjadi korban dugaan intimidasi dan upaya penghalangan kerja jurnalistik setelah menulis berita terkait dugaan korupsi di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan.
Insiden tersebut terjadi pada Senin (15/9/2025) di sebuah warung kopi belakang Plaza Lamongan.
Saat itu, Syaiful tengah berbincang santai bersama tiga rekannya, Ar, Ed, dan Ih, ketika tiba-tiba didatangi oleh seorang pria berinisial R, bersama beberapa orang lainnya yang datang menggunakan mobil.
Tanpa basa-basi, R langsung meminta Syaiful menghapus berita berjudul “Program Chromebook Dinas Pendidikan Lamongan Juga Tercium Aroma Dugaan Korupsi”, yang telah tayang pada 11 September 2025.
“R mengaku membackup Dinas Pendidikan dan menekan saya agar berita itu dihapus. Bahkan dia menyampaikan ancaman jika saya tidak menuruti permintaannya,” ungkap Syaiful Anam usai memberikan keterangan kepada penyidik Unit 4 Pidana Khusus Satreskrim Polres Lamongan, Selasa (7/10/2025).
Merasa terancam, Syaiful pun melaporkan insiden ini ke pihak kepolisian.
Ia berharap proses hukum berjalan sesuai aturan dan menjadi peringatan agar kebebasan pers tidak lagi diganggu.
“Saya mohon kepada Bapak Kapolres Lamongan agar laporan saya diproses sesuai hukum. Ini bukan hanya soal saya, tapi soal keselamatan jurnalis dan kebebasan pers,” tegas Syaiful.
Kasus ini menarik perhatian publik dan organisasi profesi wartawan.
Ketua Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Lamongan, Ir. Handoyo, mengecam keras tindakan intimidasi tersebut.
“Tindakan seperti ini tidak boleh dibiarkan. Ini bentuk pelanggaran serius terhadap kebebasan pers dan ancaman terhadap demokrasi,” ujar Handoyo.
Ia meminta aparat penegak hukum bertindak cepat dan tegas, serta mengajak seluruh jurnalis di Indonesia bersolidaritas menolak segala bentuk kekerasan terhadap insan pers.
Secara hukum, tindakan menghalangi kerja jurnalistik merupakan pelanggaran serius sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dengan ancaman pidana dua tahun penjara atau denda hingga Rp500 juta.
Jika disertai ancaman kekerasan, pelaku juga dapat dijerat Pasal 335 KUHP dan Pasal 29 UU ITE bila dilakukan melalui media elektronik.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Lamongan, Ipda M. Hamzaid, membenarkan adanya laporan tersebut.
“Ya, saat ini masih dalam proses penyelidikan di Satreskrim Polres Lamongan,” ujar Hamzaid singkat.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi kebebasan pers di daerah. Media dan jurnalis di seluruh Indonesia diharapkan terus bersuara, karena menghapus berita bukan solusi, tapi justru kemunduran demokrasi. (*)