BOJONEGOROtimes.Id – Desa Sambiroto, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, mencatatkan pencapaian membanggakan pada hari ini, 19 Mei 2025, dengan diselenggarakannya panen raya padi organik.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Pengembangan Masyarakat (PPM) Integrated Farming System yang digagas oleh PT Pertamina EP Sukowati Field.
Turut hadir dalam acara ini Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono yang memberikan dukungan penuh terhadap kemajuan pertanian organik di wilayah tersebut.
Kepala Desa Sambiroto dalam sambutannya mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan panen padi organik untuk kedua kalinya.
Ia juga menyampaikan apresiasi atas harga gabah yang kompetitif dan ketersediaan pupuk organik.
Meski demikian, ia menyuarakan aspirasi masyarakat mengenai kebutuhan pembangunan cek dam, yang telah disurvei sejak tahun 2023 namun belum terealisasi.
Cek dam tersebut dinilai krusial untuk memperbaiki pengelolaan air di desa.
Senada dengan itu, Setyo Wahono menyoroti permasalahan menurunnya kualitas tanah di Bojonegoro akibat penggunaan pupuk kimia secara berlebihan.
”Sistem pertanian organik mampu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kesuburan, serta mendukung keberagaman hayati di area pertanian,” jelas Bupati.
Dari sisi ekonomi, Wahono mengungkapkan bahwa harga beras organik yang berkisar antara Rp 19.000 hingga Rp 20.000 per kilogram memiliki potensi pasar yang menjanjikan, khususnya di sektor modern.
Ia menekankan pentingnya konsistensi dalam praktik pertanian organik serta perlunya peran pemerintah dalam memperkuat sistem pertanian dan akses pasar.
Puncak acara ditandai dengan sambutan energik dari Bupati Bojonegoro, yang menyatakan kebanggaannya atas hasil panen organik yang mencapai produktivitas 6,5 ton per hektar.
Angka ini melampaui rata-rata produksi padi konvensional yang berkisar 5,8 ton per hektar.
”Kita buktikan bahwa tanpa pupuk dan pestisida kimia, tanah Bojonegoro tetap mampu memberikan hasil yang luar biasa,” ujar Bupati yang disambut antusias para petani.
Ia juga menyampaikan bahwa dengan beralih ke pertanian organik, petani akan lebih mandiri dan tidak tergantung pada pupuk serta pestisida kimia, yang kerap menjadi beban ekonomi.
Tanah Gromosol/Vertisol yang mendominasi wilayah Bojonegoro sebetulnya sangat potensial, asalkan dikelola dengan teknik organik yang tepat.
Lebih lanjut, budidaya padi organik terbukti mampu mengurangi biaya produksi hingga Rp 2,5 juta per hektar. Jika petani membudidayakan varietas khusus seperti mentik susu, mentik wangi, pandan wangi, atau rojo lele, keuntungan dapat meningkat karena nilai jual yang lebih tinggi.
Bupati mengapresiasi meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap konsumsi beras organik, yang dihargai antara Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per kilogram.
Ia mengimbau petani untuk mulai mengadopsi metode pertanian ramah lingkungan, memanfaatkan agens hayati, musuh alami hama, dan pestisida nabati.
Sebagai bentuk dukungan nyata, Bupati menginstruksikan seluruh pegawai Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian untuk menjadikan beras organik sebagai bagian dari konsumsi harian keluarga mereka.
Langkah ini diharapkan dapat mendorong perluasan budidaya padi organik dan memperkuat kesejahteraan petani lokal.
Panen raya di Sambiroto menjadi tonggak penting dalam perjalanan pertanian berkelanjutan di Bojonegoro.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa dengan komitmen, edukasi, dan dukungan yang memadai, petani dapat menciptakan hasil pertanian unggul yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomi tinggi.
Semoga kisah sukses ini dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia. (Az)