‎Ketua Pokmas Masih Kasun, Dinas PMD Lamongan Tegas: Langgar Aturan

LAMONGAN – Penunjukan M. Yusuf Fadli sebagai Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) 2025 di Desa Sukorejo, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, berpotensi menuai kritik publik.

‎Hal ini lantaran Yusuf diketahui masih aktif menjabat sebagai Kepala Dusun (Kasun) di desa setempat, sekaligus tercatat sebagai wartawan dan/atau Kepala Biro Lamongan di salahsatu media daring.

‎Padahal, posisi Ketua Pokmas idealnya diisi oleh warga yang tidak termasuk dalam struktur perangkat desa, guna menjaga netralitas dan akuntabilitas program.

‎“Ya, saya ditunjuk warga sebagai Ketua Pokmas program PTSL di wilayah Desa Sukorejo,” kata Yusuf saat dikonfirmasi melalui WhatsApp tanpa menyebutkan apakah telah mengantongi Surat Keputusan (SK) dari Kepala Desa Sukorejo.

‎Program PTSL yang dicanangkan pemerintah pusat sejatinya didesain untuk menghindari praktik pungutan liar (pungli) dan penyalahgunaan wewenang.

‎Oleh karena itu, keberadaan Pokmas yang berasal murni dari unsur masyarakat sangat ditekankan dalam regulasi nasional.

‎Diduga Langgar Aturan Menteri

‎Merujuk Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 6 Tahun 2018, ditegaskan bahwa Kepala Desa/Kelurahan setempat atau Pamong Desa/Kelurahan merupakan Panitia Ajudikasi PTSL.

‎”Panitia Ajudikasi PTSL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) terdiri atas Kepala Desa/Kelurahan setempat atau Pamong Desa/Kelurahan yang ditunjuknya,” kutipan dalam pasal 12 ayat (1) poin e.

‎Dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya manusia, setiap Panitia Ajudikasi PTSL dapat dibentuk untuk lebih dari 1 (satu) atau untuk beberapa wilayah kecamatan dengan melibatkan unsur perangkat setiap desa/kelurahan yang bersangkutan.

‎Kutipan dalam pasal 12 ayat (2) dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 6 Tahun 2018 menunjukkan bahwa perangkat desa hanya bisa sebagai Panitia Ajudikasi PTSL bukan Ketua Pokmas.

‎Namun kenyataan di lapangan justru menunjukkan anomali. Seorang perangkat desa merangkap jabatan sebagai Ketua Pokmas, sekaligus memiliki afiliasi dengan media, membuka ruang lebar bagi potensi konflik kepentingan.

‎Perbup Lamongan Diduga Tak Tegas

‎Memang, Peraturan Bupati Lamongan Nomor 22 Tahun 2018 tidak secara eksplisit melarang perangkat desa menjadi anggota Pokmas.

‎Namun, dalam praktik dan semangat pelaksanaan PTSL yang bersih dan transparan, keterlibatan perangkat desa secara langsung dalam Pokmas sejatinya tak sejalan dengan prinsip good governance.

‎Apalagi, Desa Sukorejo menjadi satu dari 24 desa di Lamongan yang menerima program PTSL tahun 2025.

‎Program ini rawan dimanfaatkan sebagai ladang baru pungli terselubung jika tidak diawasi ketat.

‎Rangkap Peran, Peluang atau Masalah?

‎Apakah jabatan rangkap seorang perangkat desa sekaligus wartawan yang memimpin Pokmas tidak mencederai independensi dan objektivitas program nasional ini?

‎Alih-alih memperkuat kepercayaan publik, kondisi ini justru bisa menjadi bom waktu yang merusak kredibilitas program PTSL di mata masyarakat.

‎”Keanggotaan Pokmas program PTSL di desa kami ini terdiri dari perangkat desa dan peserta atau pemohon sertifikat tanah.

‎Dimana komposisinya itu perangkat desa hanya 1/3 dan sisanya 2/3 itu terdiri dari peserta, Yusuf, Ketua Pokmas yang masih tercatat sebagai Kasun di Desa Sukorejo.

‎Komentar Dinas, Ketua Pokmas Harus dari Warga Murni

‎Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Lamongan, Gatot Sugiharto, menegaskan bahwa jabatan Ketua Pokmas tidak boleh dijabat oleh perangkat desa.

‎“Perangkat desa hanya boleh membantu Pokmas, bukan menjadi Ketua Pokmas program PTSL. Kalau sebagai Panitia Ajudikasi PTSL, itu lain hal,” kata Gatot, Sekretaris Dinas PMD Lamongan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *