BOJONEGOROtimes.Id – Program Desa Tangguh Bencana (Destana) yang digagas sejak tahun 2013 di Kabupaten Bojonegoro telah menunjukkan perkembangan signifikan. Program yang dilaksanakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro ini bertujuan memperkuat kapasitas masyarakat desa dalam menghadapi bencana alam.
Dengan keterlibatan aktif masyarakat, program ini diharapkan mampu meningkatkan kesiapsiagaan dan ketangguhan desa dalam merespons berbagai potensi bencana yang ada di wilayah Bojonegoro, yang dikenal rawan terhadap banjir dan kekeringan.
Sejak awal pelaksanaannya, Destana di Bojonegoro telah menjadi salah satu program unggulan dalam mengantisipasi dampak buruk bencana di tingkat desa. Setiap desa yang tergabung dalam program ini mendapat pelatihan intensif dan pendampingan dari BPBD, termasuk edukasi mengenai mitigasi bencana, langkah-langkah evakuasi, serta manajemen risiko bencana.
Seluruh desa yang masuk dalam program ini juga dilengkapi dengan peralatan evakuasi dan komunikasi darurat untuk meminimalkan risiko kerugian material maupun korban jiwa.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro yang bertanggung jawab atas program ini, telah mencatat perkembangan signifikan dalam pembentukan Destana. Kepala Pelaksana BPBD Bojonegoro, Laela Noer Aeny, menyampaikan bahwa program ini telah menunjukkan capaian yang luar biasa sejak dimulai.
“Pada tahun 2013 hingga 2023, sudah terbentuk 52 desa tangguh bencana, dan pada tahun 2024, 56 desa,” ungkap Laela Noer Aeny.
Peningkatan jumlah desa yang tergabung dalam program ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah daerah untuk membangun kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana.
Laela juga menjelaskan bahwa target jangka panjang dari program ini adalah seluruh desa dan kelurahan di Kabupaten Bojonegoro dapat menjadi desa tangguh bencana.
“Targetnya untuk Bojonegoro, ya, seluruh desa atau kelurahan harus terbentuk,” katanya.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak hanya fokus pada desa-desa tertentu, melainkan memiliki visi jangka panjang untuk memastikan seluruh wilayah di Bojonegoro memiliki ketangguhan yang sama dalam menghadapi bencana.
Untuk tahun depan, BPBD Kabupaten Bojonegoro telah merencanakan penambahan desa tangguh bencana. Laela Noer Aeny mengungkapkan bahwa pada tahun 2025, pihaknya menargetkan pembentukan Destana di 59 desa.
Dengan rencana tersebut, Bojonegoro terus memantapkan posisinya sebagai daerah yang memiliki kesiapsiagaan tinggi dalam mengantisipasi berbagai ancaman bencana.
Program Destana ini menjadi sangat relevan mengingat Kabupaten Bojonegoro memiliki wilayah yang rawan bencana, terutama banjir dan kekeringan. Dengan pembentukan desa-desa tangguh bencana, diharapkan masyarakat dapat semakin waspada dan memiliki kemampuan dalam menangani potensi bencana di lingkungan mereka masing-masing.
Program ini tidak hanya melibatkan BPBD, tetapi juga mengajak berbagai pihak terkait seperti perangkat desa, kelompok masyarakat, dan sukarelawan, untuk berkolaborasi dalam menguatkan kesiapsiagaan terhadap bencana.
Keberhasilan program Destana di Bojonegoro tidak lepas dari partisipasi aktif masyarakat. Pelatihan dan edukasi yang diberikan oleh BPBD di setiap desa yang tergabung dalam Destana telah membekali masyarakat dengan pengetahuan dasar mengenai bencana.
Masyarakat diajarkan untuk mengenali tanda-tanda awal bencana, merespons dengan cepat, serta melakukan evakuasi dengan aman dan tepat. Selain itu, BPBD juga mengajarkan kepada masyarakat mengenai pentingnya membuat jalur evakuasi yang aman dan bagaimana merawat peralatan evakuasi yang diberikan oleh pemerintah.
Keterlibatan masyarakat dalam program Destana ini menjadi kunci utama dalam menciptakan desa-desa yang tangguh bencana. Dengan adanya pelatihan ini, masyarakat tidak lagi hanya bergantung pada bantuan pemerintah atau pihak luar ketika bencana melanda, tetapi juga mampu mandiri dalam menanggulangi bencana dengan baik.
Kemandirian masyarakat inilah yang diharapkan akan terus berkembang, sehingga desa-desa di Bojonegoro tidak hanya tangguh dari segi infrastruktur, tetapi juga dari segi kapasitas manusia dalam menghadapi bencana.
Meskipun program Destana telah berjalan selama lebih dari satu dekade, tantangan tetap ada di depan. Salah satunya adalah memastikan bahwa seluruh desa di Kabupaten Bojonegoro dapat mencapai level ketangguhan yang sama. Laela Noer Aeny menekankan pentingnya dukungan dari semua pihak, termasuk masyarakat, pemerintah desa, serta organisasi non-pemerintah, untuk terus mengawal dan mendukung program ini.
Selain itu, BPBD Bojonegoro juga berharap agar setiap desa yang sudah tergabung dalam program Destana dapat terus mempertahankan dan meningkatkan ketangguhannya. Program ini tidak hanya berhenti pada pembentukan desa tangguh, tetapi juga harus diiringi dengan evaluasi berkala dan penguatan kapasitas masyarakat secara berkelanjutan.
Dengan target 59 desa tangguh bencana di tahun 2025, Bojonegoro terus berkomitmen untuk menjadi daerah yang siap menghadapi segala jenis bencana alam. Harapannya, dengan ketangguhan yang dibangun sejak level desa, Kabupaten Bojonegoro akan menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam hal penanganan dan mitigasi bencana berbasis masyarakat. (Az)