12 Saksi Diperiksa, Gedung Pemkab Lamongan Jadi Pusat Skandal Korupsi

LAMONGAN – Di balik megahnya gedung Pemerintah Kabupaten Lamongan, aroma menyengat korupsi kembali tercium tajam.

‎Proyek pembangunan gedung yang digarap pada 2017 hingga 2019 kini berubah menjadi simbol busuknya birokrasi daerah.

‎Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan praktik haram yang merugikan keuangan negara dalam proyek bernilai fantastis tersebut.

‎Tak tanggung-tanggung, KPK sudah memeriksa total 12 saksi kunci, termasuk pejabat strategis dan aktor swasta yang diduga ikut mengatur skenario licik anggaran proyek.

‎Pemeriksaan dilakukan di tempat yang ironis Kantor Pemkab Lamongan, pusat layanan publik yang kini jadi lokasi pengusutan korupsi.

‎“KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap para saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan gedung Pemkab Lamongan tahun anggaran 2017-2019,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Selasa (8/7/2025).

‎Berikut 7 saksi terbaru yang diperiksa hari ini:

‎1. Mokh Sukiman – PPK/Kepala Seksi Penataan Bangunan dan Lingkungan, Dinas PRKP dan Cipta Karya

‎2. Ahmad Abdillah – Direktur PT Aagung Pradana Putra

‎3. Herman Dwi Haryanto – GM Divisi Regional III PT Brantas Abipraya (2015–2019)

‎4. Muhammad Yanuar Marzuki – Komite Manajemen Proyek/Direktur CV Absolute

‎5. Naila Maharlika – Kasubbag Keuangan

‎6. Heri Pranoto – Kepala DPKAD Lamongan Tahun 2017

‎7. Laili Indayati – Kabag Perencanaan dan Keuangan Setda Lamongan

‎Sehari sebelumnya, 5 saksi tambahan telah lebih dulu diperiksa.

‎Pemeriksaan masif ini menjadi indikasi bahwa KPK tidak main-main dalam menguak borok anggaran proyek yang kini jadi sorotan publik.

‎Menariknya, Bupati Lamongan Yuhronur Effendi juga sudah dua kali diperiksa sebagai saksi oleh KPK, tepatnya pada 12 dan 19 Oktober 2023 di Gedung Merah Putih, Jakarta.

‎Meski begitu, hingga kini identitas tersangka utama masih dirahasiakan, menambah spekulasi dan tekanan publik.

‎Tak hanya itu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu juga menegaskan bahwa proyek ini dijalankan oleh Dinas PUPR dan kuat dugaan ada keterlibatan pihak swasta dalam skema penggelembungan anggaran.

‎“Kami juga menyasar kantor-kantor lain dan pihak swasta yang diduga terkait,” ungkap Asep.

‎Proyek pembangunan gedung Pemkab Lamongan sejatinya digadang sebagai simbol keterbukaan dan pelayanan publik.

‎Namun realitanya, proyek ini justru mencerminkan kebobrokan sistem dan praktik kolutif antara birokrat dan pihak ketiga.

‎KPK menduga, kerugian negara dalam kasus ini cukup signifikan, meski belum membeberkan angka pastinya.

‎Skandal ini pun mencoreng wajah Pemkab Lamongan di hadapan masyarakat yang selama ini mendambakan pemerintahan bersih dan transparan.

‎Kini masyarakat menanti: Akankah KPK menetapkan tersangka baru? Atau justru membuka kedok elit daerah yang selama ini tampak bersih?

‎Ketegangan meningkat, spekulasi merebak, dan satu hal yang pasti, birokrasi Lamongan tengah berada di ujung tanduk. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *