BOJONEGOROtimes.Id – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang seharusnya menjadi solusi kepastian hukum atas kepemilikan tanah kini justru menjadi sumber keresahan bagi warga Desa Sambongrejo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Bojonegoro.
Sejumlah warga peserta PTSL sejak tahun 2019 hingga kini belum menerima sertifikat tanah yang dijanjikan.
Ironisnya, hasil pengecekan ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bojonegoro justru menunjukkan bahwa sertifikat mereka sudah tercatat dan dinyatakan terbit.
Salah satu warga, NM, mengungkapkan bahwa dirinya telah menunggu selama enam tahun tanpa kepastian.
Ia mengikuti program PTSL untuk tanah warisan atas nama almarhum MD.
Dari dua bidang tanah yang diurus, hanya satu yang telah menerima sertifikat, sementara satu lagi belum diterima hingga saat ini.
“Yang atas nama MD sudah jadi, tapi punya saya belum keluar. Padahal ikut program di waktu yang sama,” ujar NM, Rabu (5/11/2025).
Lebih mengejutkan lagi, ketika warga melakukan pengecekan ke BPN, data sertifikat mereka ternyata sudah terdaftar lengkap.
Namun pihak desa mengaku tidak pernah menerima dokumen fisik sertifikat tersebut dari BPN.
“Kami sudah lihat sendiri di BPN, arsipnya sudah terbit. Tapi di desa bilang belum terima. Ini yang bikin kami heran dan curiga,” lanjut NM.
Fenomena ini bukan hanya dialami satu atau dua orang.
Berdasarkan hasil komunikasi antarwarga, diperkirakan ada sekitar sepuluh sertifikat lain dari peserta PTSL tahun 2019 yang juga belum diserahkan ke pemiliknya.
Padahal, seluruh peserta telah menunaikan kewajiban administrasi, termasuk membayar biaya pengurusan sebesar Rp500.000.
“Kami semua sudah bayar lima ratus ribu rupiah. Tapi sudah enam tahun tak ada kabar. Kalau memang sudah jadi, kenapa tidak diserahkan? Kalau belum, kenapa di BPN sudah tercatat terbit?” tegasnya.
Warga menilai, baik pemerintah desa maupun BPN Bojonegoro terkesan saling lempar tanggung jawab tanpa memberikan penjelasan yang pasti.
Hingga kini belum ada sosialisasi atau pengumuman resmi soal status penyerahan sertifikat yang tertunda itu.
“Dari desa bilang belum tahu, dari BPN juga tidak bisa memastikan kapan diserahkan. Kami hanya butuh kejelasan,” kata NM.
Situasi ini membuat masyarakat Desa Sambongrejo menuntut klarifikasi resmi dari dua pihak: pemerintah desa dan BPN Bojonegoro.
Mereka juga berharap Pemkab Bojonegoro turun tangan untuk menelusuri dugaan ketidaktertiban administrasi dalam penyaluran sertifikat PTSL di Kecamatan Gondang.
Program PTSL sejatinya digagas pemerintah untuk mempercepat penerbitan sertifikat tanah rakyat dan memberikan kepastian hukum atas kepemilikan lahan.
Namun, kasus di Sambongrejo ini justru menimbulkan ketidakpercayaan publik karena lemahnya koordinasi dan kurangnya transparansi antarinstansi.
Bagi warga, sertifikat bukan sekadar lembaran kertas, tetapi bukti sah kepemilikan dan rasa aman atas hak yang dijamin negara.
Mereka berharap kasus serupa tidak kembali terulang di desa-desa lain. (*)












Bojonegorotimes.id adalah media online berbasis di Bojonegoro, serta fokus pada pemberitaan di wilayah Bojonegoro dan sekitarnya. Sejak awal,