BOJONEGOROtimes.Id – Di tengah perjuangan menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, muncul tokoh-tokoh yang gigih.
Salah satunya adalah Sunan Blongsong, seorang ulama yang tidak hanya berdakwah namun juga menunjukkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di wilayah Bojonegoro.
Menurut berbagai catatan sejarah lokal, Sunan Blongsong atau yang memiliki nama asli Banung Sumitro, diperkirakan berasal dari keturunan Kerajaan Mataram Islam.
Pada masa kedatangan kolonial pasukan Belanda, terjadi perpecahan di kalangan masyarakat Mataram.
Sebagian mendukung Belanda, namun Sunan Blongsong memilih jalur perlawanan.
Beliau meninggalkan Mataram dan menetap di wilayah yang kini dikenal sebagai Desa Blongsong, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro.
Di tempat yang baru ini, Sunan Blongsong tidak hanya membangun keluarga dan komunitas, tetapi juga aktif menyebarkan ajaran agama Islam kepada masyarakat sekitar yang kala itu masih kental dengan kepercayaan animisme dan dinamisme.
Dengan kearifan dan kesabaran, beliau mengenalkan nilai-nilai Islam, membangun sebuah masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sosial.
Perlawanan Sunan Blongsong terhadap kolonial Belanda tidak hanya melalui dakwah, tetapi juga secara aktif menyusun strategi perlawanan.
Hal ini menjadikannya sebagai sosok yang berpengaruh dan ditakuti oleh pemerintahan.
Belanda bahkan berusaha untuk menangkap dan melenyapkannya, menghancurkan rumah dan masjid yang menjadi pusat aktivitasnya.
Namun, berkat dukungan masyarakat dan strategi yang cerdik, Sunan Blongsong selalu berhasil menghindar dan menghilang tanpa jejak, seolah terkurung atau terlindungi oleh keadaan sekitar.
Inilah yang kemudian diyakini menjadi asal-usul nama ‘Blongsong’ pada desa tersebut, yang bermakna pelindung atau kurungan.
Makam Sunan Blongsong terletak di Desa Blongsong, Kecamatan Baureno, Bojonegoro. Lokasinya tidak jauh dari jalan raya Bojonegoro-Surabaya.
Kompleks makam ini menjadi tujuan ziarah bagi banyak orang, terutama pada bulan Ramadan, yang ingin memanjatkan doa dan mengenang perjuangan beliau.
Di dalam bangunan makam, terdapat sembilan pusara yang diyakini sebagai makam rombongan atau keluarga Sunan Blongsong yang turut serta dalam menyebarkan Islam.
Hingga kini, sosok Sunan Blongsong dikenang sebagai tokoh yang berani menentang penjajah dan gigih dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Bojonegoro.
Kisah perjuangannya menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk gigih memiliki semangat berjuang.
Tradisi haul atau peringatan wafat Sunan Blongsong juga rutin diadakan oleh masyarakat setempat sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur.
Meskipun tidak termasuk dalam jajaran Walisongo yang terkenal, peran Sunan Blongsong sangat signifikan dalam perkembangan Islam di Bojonegoro.
Beliau adalah contoh nyata seorang ulama yang tidak hanya fokus pada aspek spiritual, tetapi juga memiliki kepedulian terhadap kemerdekaan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Jejak perjuangan dan nilai-nilai yang diajarkannya terus hidup dalam tradisi dan ingatan masyarakat Blongsong dan sekitarnya. (Az)