BOJONEGOROtimes.Id – Gelaran budaya Purnama Sastra Bojonegoro kembali hadir dalam edisi ke-70 pada Sabtu malam, 14 Juni 2025, bertempat di Taman Rajekwesi.
Malam sastra yang digelar rutin setiap bulan purnama ini kembali menyuguhkan pertunjukan seni yang sarat makna, mulai dari pembacaan puisi, geguritan, macapat, hingga musik etnik dan monolog.
Mengusung tema “Merawat Aksara, Menyemai Rasa”, kegiatan ini menjadi ruang ekspresi kreatif bagi para seniman dan pegiat sastra lokal untuk terus menyuarakan budaya dan kearifan lokal Bojonegoro.
Yang menjadikan malam itu terasa istimewa adalah kehadiran Ketua Dekranasda Kabupaten Bojonegoro, Hj. Cantika Wahono, yang tak hanya memberikan sambutan, tetapi juga turut membacakan puisi karyanya sendiri berjudul “Bojonegoro: Di Dadamu Kami Pulang”.
Puisi tersebut menjadi penanda kecintaan yang dalam terhadap tanah kelahiran, sekaligus bentuk penghormatan pada warisan budaya daerah.
“Ruang seperti ini penting, karena budaya adalah jati diri. Lewat sastra dan seni, kita merawat akar sekaligus menanam harapan,” ungkap Cantika dalam sambutannya.
Penampilan puisinya yang penuh emosi mendapat tepuk tangan panjang dari para hadirin, menghadirkan suasana haru sekaligus membangkitkan kebanggaan akan identitas lokal.
Salah satu penampilan yang menyita perhatian datang dari Sanggar Penta Iswara SMPN 5 Bojonegoro yang menampilkan musik oklik, sebuah perpaduan antara perkusi tradisional dan irama etnik yang dipandu oleh seniman Darminto.
Musik yang mereka hadirkan sukses menyatu dengan nuansa sastra, menciptakan pengalaman yang mendalam bagi penonton.
Acara ini juga dimeriahkan oleh kehadiran para sastrawan dan seniman lintas generasi, seperti Suyanto MYK, Burhanudin Joe, Agus Sighro Budiono, Eko Peye, Yuli Sedeng, dan Ariyoko, serta sejumlah pegiat literasi lainnya yang turut menampilkan karya dan orasi budaya.
Purnama Sastra Bojonegoro, yang digagas sebagai panggung budaya terbuka, terus menjadi medium pengikat antara seni, tradisi, dan masyarakat.
Di tengah derasnya arus modernisasi, ruang-ruang seperti ini menjadi benteng untuk menjaga keunikan lokal sekaligus memupuk rasa bangga terhadap asal-usul.
Dengan atmosfer hangat dan penuh apresiasi, edisi ke-70 ini membuktikan bahwa Bojonegoro tak hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga kaya jiwa, melalui aksara, nada, dan rasa yang terus tumbuh dari generasi ke generasi. (Az)