LAMONGAN – Kegeraman masyarakat Lamongan kini mencapai puncaknya. Dugaan peredaran BBM jenis Pertalite oplosan di sejumlah SPBU wilayah Pucuk, Sukodadi, Turi, hingga Karangtinggil, membuat warga resah dan marah besar.
Kemarahan itu meledak setelah puluhan kendaraan warga mendadak rusak parah usai mengisi Pertalite di beberapa SPBU, Selasa (28/10/2025).
Motor brebet, tenaga drop, bahkan banyak mobil mogok tak bisa jalan.
Ironisnya, SPBU yang diduga menjual BBM oplosan itu tetap beroperasi seperti biasa, tanpa ada tindakan tegas dari aparat atau dinas terkait.
“Motor saya langsung brebet dan mati total setelah isi Pertalite di SPBU Karangtinggil. Ini jelas merugikan kami. Kalau bukan oplosan, kenapa bisa rusak serempak?” keluh Dy, salah satu warga dengan nada kesal.
Kemarahan warga makin membara setelah aparat penegak hukum dan dinas perdagangan dinilai hanya ‘pura-pura’ turun ke lapangan.
Sidak memang dilakukan, namun anehnya, hasilnya selalu nihil.
Mereka berdalih “tidak ditemukan indikasi BBM oplosan”.
Padahal di lapangan, masyarakat mengalami sendiri dampak fatal dari bahan bakar yang diduga bercampur zat lain.
“Kalau aparat bilang tidak ada oplosan, mereka sebaiknya turun langsung ke bengkel! Lihat sendiri motor kami rusak semua!” ujar warga lain dengan nada geram.
Situasi ini memunculkan dugaan serius: ada permainan dan pembiaran yang disengaja. Warga mulai mempertanyakan, apakah ada kepentingan tertentu di balik diamnya pihak berwenang?
Tak hanya aparat, pengelola SPBU juga menjadi sasaran kemarahan publik.
Warga menilai mereka lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada keselamatan dan hak konsumen.
“Kalau BBM-nya bermasalah, kenapa masih dijual? Ini sama saja menipu rakyat kecil,” tegas Dy.
Masyarakat merasa dikhianati. Bagi mereka, kendaraan bukan sekadar alat transportasi, tapi juga alat mencari nafkah.
Ketika BBM yang dijual rusak dan membuat mesin jebol, yang dirugikan bukan cuma materi, tapi juga kepercayaan.
Kini masyarakat menuntut langkah tegas dan transparan dari Pertamina, aparat, dan Pemkab Lamongan. Mereka mengajukan tiga tuntutan utama:
1. Audit menyeluruh terhadap seluruh SPBU di Kabupaten Lamongan, termasuk di pelosok.
2. Penutupan sementara SPBU yang diduga menjual BBM oplosan hingga hasil laboratorium keluar.
3. Sanksi keras hingga pencabutan izin operasional bagi SPBU yang terbukti melanggar.
Warga juga memberi ultimatum keras: bila tidak ada tindakan nyata, mereka akan melaporkan kasus ini langsung ke Pertamina Pusat, Kementerian Perdagangan, bahkan Presiden RI.
Kasus BBM oplosan ini bukan sekadar persoalan kualitas bahan bakar. Ini sudah menyentuh masalah moral, tanggung jawab sosial, dan integritas lembaga publik.
“Kalau aparat dan dinas masih bungkam, kami tidak akan tinggal diam. Rakyat kecil jangan terus dibohongi dengan bensin oplosan,” tutup Dy dengan nada marah.
Gelombang kemarahan warga Lamongan kini menjadi alarm keras bagi pemerintah dan Pertamina.
Sebab jika kasus ini terus dibiarkan, yang rusak bukan hanya mesin kendaraan, tapi juga kepercayaan publik terhadap SPBU, aparat, dan pemerintah daerah. (*)












Bojonegorotimes.id adalah media online berbasis di Bojonegoro, serta fokus pada pemberitaan di wilayah Bojonegoro dan sekitarnya. Sejak awal,