BOJONEGOROtimes.Id – Suasana rapat kerja (Raker) dan hearing Komisi A DPRD Bojonegoro bersama sejumlah pihak terkait pada Jumat (3/10/2025) berlangsung panas.
Agenda pembahasan terfokus pada polemik Tanah Kas Desa (TKD) Kelas A Desa Belun, Kecamatan Temayang, yang kini terindikasi beralih menjadi sertifikat pribadi.
Dalam forum tersebut, hadir perwakilan Dinas PMD, BPKAD, Bagian Hukum Setda, BPN Bojonegoro, Camat Temayang, Camat Ngasem, Kepala Desa Belun, Kepala Desa Setren, hingga pihak pemohon.
Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Lasmiran, menegaskan bahwa kasus Desa Belun hanyalah satu contoh dari banyak persoalan serupa di wilayah Bojonegoro.
Ia menilai praktik pengalihan TKD ke kepemilikan pribadi jelas melanggar aturan.
“Undang-undang sudah tegas melarang tanah kas desa dialihkan untuk kepentingan pribadi. DPRD akan mendalami kasus ini supaya aset desa tidak terus berkurang,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi A, Erik Maulana Heri Kiswanto, mempertanyakan dasar hukum perubahan status lahan.
“Kalau tidak ada dokumen resmi, berarti cacat hukum. Kita tidak bisa biarkan tanah desa hilang begitu saja,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Sudjono, yang menduga ada praktek tukar guling fiktif.
“Kalau memang ada tukar guling, harus jelas lokasinya, waktunya, dan dasar hukumnya. Kalau tidak ada, itu ilegal,” tegasnya.
Kepala Desa Belun, Bambang Sujoko, dalam paparannya mengungkap bahwa sejak 1970-an lahan TKD seluas 2.500 meter persegi itu memang sudah dikuasai kelompok tertentu tanpa dasar jelas.
Puncaknya, pada 2014, tanah tersebut justru berubah status menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama kerabat mantan kepala desa.
“Sejak saya menjabat 2014, desa tidak pernah menerima kontribusi sewa atau kompensasi apa pun. Perangkat lama juga tidak tahu-menahu soal jual beli atau tukar guling. Ini sangat janggal,” ungkapnya.
Warga Desa Belun sendiri mengaku kecewa karena sejak lahan tersebut berubah status, desa tidak pernah merasakan manfaatnya.
Mereka menuntut agar TKD dikembalikan ke aset desa dan bisa dipakai untuk kepentingan bersama.
Komisi A DPRD Bojonegoro memastikan akan memanggil BPN Bojonegoro untuk mengklarifikasi legalitas sertifikat tersebut.
Jika terbukti ada manipulasi dokumen, persoalan ini akan dibawa ke ranah hukum.
“DPRD tidak ingin masyarakat dirugikan. Kasus ini harus dituntaskan,” tegas Lasmiran. (Az)