BOJONEGOROtimes.Id – Dunia hukum di Bojonegoro kembali diguncang kasus kontroversial! Seorang warga Desa Lengkong, Kecamatan Balen, berinisial K (48), menjadi korban pengeroyokan sekelompok oknum debt collector setelah truk yang dikendarainya dirampas paksa.
Ironisnya, kini K justru ditetapkan sebagai terlapor oleh pihak yang menganiayanya!
Kasus ini tengah ditangani Polres Bojonegoro dengan dugaan pelanggaran Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan.
Tragisnya, korban yang mengalami kekerasan fisik kini diwajibkan lapor setiap Senin dan Kamis hingga proses hukum selesai.
“Hari ini pertama kali saya wajib lapor. Saya yang jadi korban kok malah dijadikan terlapor? Saat dipukuli ramai-ramai saya hanya berusaha lepas, eh sekarang malah dituduh menganiaya,” ujar K dengan nada kecewa, Senin (25/8/2025).
Menurut pengakuannya, saat kejadian tangan dan kakinya dipegangi para pelaku sehingga ia tak mungkin melakukan perlawanan berarti.
Kuasa hukum K, Mohammad Khoirul Fuad, S.H., menilai tindakan debt collector tersebut jelas melanggar hukum dan menabrak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang melarang eksekusi sepihak terhadap objek jaminan fidusia.
“Debt collector tidak punya hak menarik kendaraan di jalan dengan cara-cara barbar. Putusan MK sudah tegas, eksekusi hanya melalui mekanisme hukum, bukan kekerasan. Polisi seharusnya menindak tegas, bukan malah memojokkan korban!” tegas Fuad.
Kasus ini memicu gelombang kegeraman publik karena dinilai mencerminkan wajah hukum yang tumpul ke atas, tajam ke bawah. Korban pengeroyokan berubah status jadi tersangka, sedangkan pelaku yang merampas truk justru terkesan dilindungi.
Persoalan klasik debt collector seperti ini kembali menegaskan bahwa penarikan kendaraan bermotor di lapangan masih rawan pelanggaran dan berpotensi kriminal, sementara masyarakat kecil terus menjadi korban ketidakadilan. (*)