Ambisi Camat Derita Desa, Proyek Kantor Bluluk Mangkrak dan Rugikan Warga

LAMONGAN – Proyek pembangunan Kantor Kecamatan Bluluk di Kabupaten Lamongan yang menelan anggaran sekitar Rp 1,3 miliar kini terbengkalai.

‎Bangunan yang hanya berupa rangka beton itu berdiri di atas lahan bermasalah, menjadi saksi bisu ambisi pembangunan yang diduga dilakukan tanpa prosedur hukum yang sah.

‎Kepala Desa Bluluk, Purwanto, mengungkapkan bahwa lahan tempat berdirinya bangunan tersebut merupakan tanah kas desa (TKD) yang digunakan tanpa melalui musyawarah desa (musdes) dan tanpa peralihan hak yang sah.

‎Ia menduga, Syam Teguh Wahono, Camat Bluluk saat itu yang kini menjabat Camat Laren, memaksakan penggunaan TKD untuk proyek tersebut.

‎“Musdes tegas menolak penggunaan lapangan desa untuk pembangunan kantor. Tapi Pak Camat tetap meminta saya mencarikan lahan pengganti. Bahkan material proyek sudah datang sebelum lahan itu tersedia,” ungkap Purwanto kepada media, Senin (19/5/2025).

‎Merasa ditekan, Purwanto sempat memasang plang larangan di lokasi proyek.

‎Namun bukannya mendapat tanggapan positif, ia justru dipanggil oleh aparat kepolisian.

‎Ia menegaskan, ini bukan ranah kepolisian, melainkan keputusan warga desa yang tidak bisa diabaikan.

‎Akhirnya, atas desakan tersebut, pemerintah desa menawarkan lahan sawah ganjaran milik Sekretaris Desa dan Kepala Dusun Bluluk sebagai lahan pengganti.

‎Lahan seluas 60 x 60 meter itu kemudian diukur bersama Camat Syam Teguh dan pembangunan pun dimulai kembali.

‎Namun hingga kini, bangunan kantor Kecamatan Bluluk itu belum rampung.

‎Tidak ada kontribusi atau kompensasi yang diterima desa, sementara Sekdes dan Kasun kehilangan hak kelola atas sawah ganjaran mereka selama lebih dari enam tahun.

‎“Jika disewakan, sawah seluas 360 RU bisa menghasilkan antara Rp 2 juta sampai Rp 3,96 juta per tahun. Itu belum termasuk kerugian dari lahan milik Kasun,” kata Purwanto.

‎Data dalam Buku C Desa menunjukkan luas sawah ganjaran milik Sekdes mencapai 3.050 m², sementara milik Kasun seluas 9.650 m².

‎Sebagian dari lahan tersebut kini berdiri bangunan mangkrak. Menurut tim appraisal, nilai lahan tersebut ditaksir mencapai Rp 420 ribu per meter persegi.

‎Lahan pengganti yang ditawarkan berasal dari Ketua BPD Tri Suharto dan seorang warga bernama Darsono, namun hingga kini tidak ada kepastian ganti rugi yang diterima pihak desa.

‎“Harapan kami sederhana: lahan diganti secara adil. Jangan sampai desa hanya dapat rugi,” tegas Purwanto.

‎Sementara itu, Camat Bluluk yang baru, Riko, disebut turut berupaya menyelesaikan persoalan ini bersama instansi terkait seperti BPN, BPKAD, dan Kejaksaan Negeri Lamongan.

‎Ia tidak terlibat dalam konflik ini dan justru mendukung penyelesaian tuntas.

‎Menurut pengamat desa, Supriadi, proyek pembangunan ini dilaksanakan tanpa perencanaan matang dan dokumen legal yang lengkap.

‎Ia menduga keras bahwa Syam Teguh Wahono saat itu memaksakan pembangunan kantor tanpa mengantongi surat peralihan hak pakai atas TKD sesuai aturan.

‎“Proyek dilaksanakan sekitar 2016-2017. Seharusnya ada kutipan surat peralihan hak dari pejabat berwenang sebelum pembangunan dimulai. Fakta di lapangan menunjukkan itu tidak dilakukan, artinya ini melanggar hukum,” ujar Supriadi.

‎Ia menambahkan, akibat dari tindakan itu, negara dirugikan hingga Rp 2 miliar.

‎Supriadi pun telah melaporkan dugaan pelanggaran hukum tersebut ke Kejaksaan Negeri Lamongan sebagai tindak pidana korupsi.

‎“Perbuatan itu saya laporkan karena selain merugikan negara, juga mencederai prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan desa,” tutup Supriadi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *