LAMONGAN – Kabupaten Lamongan tak hanya dikenal dengan kuliner sotonya, tapi juga sebagai tanah yang kaya akan warisan spiritual dan sejarah Islam. Salah satu destinasi religi yang terus ramai diziarahi hingga kini adalah makam Syekh Hisamuddin, atau yang lebih akrab dikenal masyarakat sebagai Sunan Deket.
Terletak di Desa Deket Wetan, Kecamatan Deket, makam ini menjadi saksi bisu perjuangan dakwah Islam di masa transisi dari era Majapahit menuju masa kejayaan Islam di tanah Jawa.
Syekh Hisamuddin dikenal sebagai seorang wali yang memiliki peran besar dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah Lamongan dan sekitarnya.
Konon, beliau adalah putra dari Sunan Ampel, salah satu dari sembilan wali besar (Walisongo) yang berjasa dalam mengislamkan tanah Jawa.
Hal ini membuat keberadaan Syekh Hisamuddin semakin dihormati oleh masyarakat, tidak hanya karena garis keturunannya, tetapi juga karena kebijaksanaan dan karomah yang terus dikenang dari generasi ke generasi.
Menariknya, Syekh Hisamuddin juga disebut-sebut sebagai sahabat sekaligus sumber inspirasi bagi Jalaluddin Rumi, seorang sufi besar asal Persia. Dorongan dan nasihat dari Syekh Hisamuddin diyakini menjadi pemantik lahirnya karya monumental Rumi, Masnavi-i Ma’navi.
Dalam tradisi tarekat, nama Syekh Hisamuddin atau Sunan Deket kerap muncul dalam silsilah para guru sufi, menandakan peran pentingnya dalam jaringan spiritual Islam di masa lalu.
Julukan Mbah Sinuwun yang diberikan masyarakat pun menjadi simbol penghormatan atas keluasan ilmu dan kebijaksanaan yang beliau wariskan.
Tak hanya nilai spiritual, area di sekitar makam juga menyimpan peninggalan sejarah yang kuat. Berbagai artefak yang diduga berasal dari masa Majapahit sering ditemukan, memperkuat dugaan bahwa Syekh Hisamuddin hidup di masa peralihan penting antara Hindu-Buddha dan Islam di Jawa.
Choiri (62), juru kunci makam, berharap agar generasi muda Lamongan semakin peduli terhadap situs-situs bersejarah seperti makam Sunan Deket.
“Agar jejak-jejak sejarah ini tidak hilang dan kita bisa ikut menikmati serta memahami warisan spiritual yang ada,” ujarnya.
Makam Sunan Deket kini bukan hanya tempat ziarah, tetapi juga simbol keteladanan, tempat belajar sejarah, dan refleksi atas semangat dakwah yang tanpa lelah.
Di tengah gempuran modernisasi, keberadaan makam ini menjadi pengingat bahwa nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan dapat tetap hidup berdampingan. (Az)