BOJONEGOROtimes.Id – Harapan para petani di Bojonegoro untuk memperoleh pupuk bersubsidi dengan harga yang sesuai ketentuan tampaknya masih jauh dari kenyataan.
Meski pemerintah pusat telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET), praktik di lapangan justru menunjukkan adanya ketimpangan antara regulasi dan realita.
Minimnya pengawasan dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro ditengarai menjadi penyebab utama membengkaknya harga pupuk subsidi di tingkat pengecer.
Celah ini diduga dimanfaatkan sejumlah pihak untuk mengambil keuntungan pribadi, bahkan dengan dalih adanya “kesepakatan bersama” antara kelompok tani dan kios yang justru melegitimasi pelanggaran terhadap aturan harga resmi.
Saemo, seorang petani dari Desa Ngampal, Kecamatan Sumberrejo, mengungkapkan kekecewaannya. Ia menyebut baru saja membeli pupuk urea seharga Rp135.000 per karung, dan pupuk NPK merek Ponska seharga Rp140.000.
Padahal, berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 644/KPTS/SR.310/M/11/2024, HET pupuk urea ditetapkan sebesar Rp2.250 per kilogram (setara Rp112.500 per karung 50 kg), sementara NPK seharusnya Rp2.300 per kilogram atau sekitar Rp115.000 per karung.
”Yang penting pupuk tersedia, harga masih bisa ditoleransi. Tapi kenyataannya, barangnya pun langka, apalagi dengan harga tinggi,” ujarnya pasrah, Senin (21/4/2025).
Dari penelusuran di lapangan, seorang pengurus kelompok tani di Desa Sendangagung, Kecamatan Sumberrejo, juga membenarkan bahwa harga jual pupuk subsidi di wilayahnya telah melampaui ketentuan.
Ia menyebut pupuk urea dan NPK dijual seharga sekitar Rp130.000 per karung. Menurutnya, harga tersebut sudah termasuk pembagian biaya dengan kios, termasuk ongkos bongkar muat yang bisa mencapai Rp200.000 per pengiriman.
Kondisi ini memperkuat dugaan adanya praktik permainan harga oleh oknum-oknum tertentu dalam rantai distribusi pupuk bersubsidi.
Ketiadaan kontrol dari pemerintah daerah memberikan ruang bagi praktik curang yang justru menyengsarakan petani kecil.
Akibatnya, kepercayaan petani terhadap sistem distribusi pupuk subsidi kian luntur.
Mereka berharap pemerintah daerah segera turun tangan dan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti memainkan harga demi keuntungan pribadi.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, para petani akan terus menjadi korban, dan keberadaan mafia pupuk akan semakin tak terbendung.
Pemerintah dituntut untuk bertindak tegas agar keadilan bagi petani dapat terwujud, dan pupuk subsidi benar-benar menjadi solusi, bukan beban tambahan. (Arya)