BLORA – Proyek pembangunan talud drainase di ruas Ngraho–Ketuwan, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, kini tengah menjadi sorotan publik.
Proyek senilai Rp957 juta yang dibiayai APBD 2025 itu diduga menggunakan buis beton tanpa sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).
Proyek tersebut dilaksanakan oleh CV Dhiva Karya Sentosa dengan CV Statikagista sebagai konsultan pengawas. Berdasarkan kontrak, pekerjaan berlangsung selama 103 hari, mulai 4 September hingga 15 Desember 2025.
Polemik mencuat ketika Plt Kepala Dinas PUPR Blora, Nidzamudin Al Hudda, ST, mengakui bahwa material buis beton yang digunakan berasal dari home industry, bukan dari produsen bersertifikat.
Pernyataan itu sontak memantik tanda tanya publik, apakah proyek pemerintah diperbolehkan menggunakan material non SNI?
Menanggapi hal ini, Bupati Blora Arief Rohman membenarkan bahwa material tersebut memang digunakan, namun hanya sebagai casing pondasi sumuran, bukan bagian dari struktur utama.
“Buis beton itu hanya untuk menjaga agar dimensi pondasi tetap sama, tidak termasuk dalam struktur pondasi,” ujar Bupati melalui pesan singkat, Senin (10/11/2025).
Namun, ketika diminta penjelasan lebih lanjut soal legalitas penggunaan material non SNI dalam proyek pemerintah, Bupati enggan berkomentar.
“Untuk hal teknis silakan komunikasi langsung dengan Pak Huda (Plt Kadis PU),” balasnya singkat.
Hingga berita ini diterbitkan, Plt Kadis PUPR Blora belum memberikan klarifikasi lanjutan.
Diamnya pihak dinas justru menambah kecurigaan publik terhadap transparansi pelaksanaan proyek tersebut.
Pemerhati kebijakan publik, Karyawanto, menilai alasan penggunaan buis beton dari home industry tidak bisa dijustifikasi dengan dalih pemberdayaan lokal.
“Kalau dalam RAB tidak dicantumkan SNI, berarti persoalan ada di tahap perencanaan. Dan itu tanggung jawab penuh dinas teknis,” tegasnya, Selasa (11/11/2025).
Ia menambahkan, setiap proyek pemerintah wajib menggunakan material berstandar SNI, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2014, PP Nomor 34 Tahun 2018, dan Permen PUPR Nomor 27 Tahun 2018.
“Kalau ini dibiarkan, kualitas proyek bisa diragukan dan pertanggungjawaban anggaran pun bisa bermasalah. Ini uang rakyat, bukan proyek pribadi,” ujarnya.
Karyawanto juga menilai bola kini berada di tangan Plt Kadis PUPR Blora, karena Bupati sudah menyerahkan tanggung jawab teknis kepadanya.
“Kalau Pak Huda tidak bisa menjelaskan dasar hukumnya, berarti ini bentuk kelalaian administratif yang serius,” lanjutnya.
Ia mendesak Inspektorat dan BPK segera melakukan pemeriksaan mendalam terkait kepatuhan terhadap regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Diamnya pejabat teknis justru memperkuat dugaan lemahnya pengawasan internal di Dinas PUPR,” pungkasnya.
Kini publik menanti jawaban resmi dari Dinas PUPR Blora.
Apakah benar penggunaan buis beton non SNI masih bisa dibenarkan secara hukum, atau justru menjadi bukti nyata adanya pelanggaran prosedur dalam proyek pemerintah? (*)













Bojonegorotimes.id adalah media online berbasis di Bojonegoro, serta fokus pada pemberitaan di wilayah Bojonegoro dan sekitarnya. Sejak awal,